Jelang lebaran, perbaikan jalur mudik di Bekasi belum beres

Jelang lebaran, perbaikan jalur mudik di Bekasi belum beres

Satuan Lalu Lintas Polresta Bekasi Kota mendesak pengerjaan proyek perbaikan di Jalan KH Noer Alie Bekasi selesai H-6 Lebaran. Pasalnya, gelombang arus mudik diprediksi dimulai pada H-5 Lebaran atau Sabtu, 3 Agustus 2013. "Target pemborong awalnya H-15 lebaran sudah selesai, sehingga H-10 jalan sudah bisa dioperasikan. Tapi, kenyataannya hingga kini (H-9) pengerjaannya belum selesai," kata Kasat Lantas Polresta Bekasi Kota, Kompol Muhammad Arsal Sahban di Bekasi, Senin (29/07). Menurut dia, jalur itu merupakan jalan utama yang dijadikan pemudik untuk menuju wilayah Jawa Barat maupun Jawa Tengah menggunakan kendaraan roda dua. Namun, sayangnya jalan negara tersebut hingga saat ini masih berbahaya untuk dilalui pemudik. "Kami terus memantau, dan meminta agar H-5 Lebaran sudah selesai, sehingga tak ada lagi aktivitas," ujarnya. 
Pihaknya memprediksi arus mudik sudah mulai pada H-5 lebaran. Pasalnya, pada hari itu bertepatan dengan akhir pekan, dan awal cuti bersama. Sehingga, gelombang arus mudik sudah pasti mulai pada, 3 Agustus 2013. "H-5 sudah mulai (arus mudik), H-4 sudah padat," lanjutnya. Lebih lanjut Arsal memprediksi, kendaraan roda dua yang melintas di Bekasi mencapai tujuh juta unit. Meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai lima juta unit. "Setiap tahun mengalami kenaikan," ujarnya. Namun, sampai saat ini jalan tersebut masih banyak yang harus dikerjakan, termasuk sambungan aspal dan coran yang masih berlubang. Menurut dia, lubang memanjang itu sangat berbahaya dan rentan menimbulkan kecelakaan lalu lintas. "Masih sangat berbahaya di jalur tengkorak (Jalan KH Noer Alie).
Kalau ada kecelakaan, pemborong bisa dikenakan pidana, sesuai dengan pasal 24 dan 273 nomor 22 tahun 1999 tentang lalu lintas," katanya. Dalam pasal 273, di mana penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak mengakibatkan kecelakaan lalu lintas mengakibatkan korban, dipidana dengan ancaman enam bulan hingga lima tahun penjara, dengan denda Rp 12 juta hingga Rp 120 juta.