Sekolah Ngutang, Guru jadi Sales

BOGOR–Bantuan operasional sekolah (BOS) madrasah yang tak kunjung cair membuat proses belajar mengajar (KBM) terganggu. Pihak sekolah harus mencari pinjaman alias ngutang untuk menutupi kebutuhan sekolah selain para guru yang belum gajian selama lima bulan.Kepala MTs Yasiba, Siti Halimah, mengakui keterlambatan pencairan dana BOS berakibat pada pemenu han peralatan belajar mengajar tidak optimal. Sekolah tidak memiliki dana cadangan yang dapat me nutupi kekurangan kebutuhan se kolah.

Selain untuk membeli alat perlengkapan sekolah, dana bantuan itu digunakan untuk membiayai proses penunjang pembelajaran. Saat ini sekolahnya terdapat 820 siswa dan 28 orang staf pengajar honorer.“Bila kondisi keterlambatan ini dibiarkan terlalu lama, sekolah akan terus menjerit,” ujarnya.Sementara ini, sekolahnya terpaksa meminjam uang ke pihak ketiga agar aktivitas belajar mengajar tetap berlangsung.Siti menceritakan, saat ujian nasional (UN) sekolahnya harus mendirikan tenda di luar kelas, untuk para pengawas dan sebagian para peserta ujian. Apalagi, minggu depan siswa kelas VII dan VIII melaksanakan  ujian kenaikan kelas.“Ini akan menggunakan anggaran yang cukup besar. Saya sudah berulang kali menanyakan kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama Kota Bogor, tetapi jawabannya selalu sama, belum cair,” katanya kepada Radar Bogor. Molornya pencairan dana BOS juga dikeluhkan para guru honorer. Mereka mengaku sudah lima bulan tidak mendapatkan upah mengajarnya.Ahdati guru MI, dan Dian Lestari gurus MTs mengaku setiap bulan biasa mendapatkan gaji antara Rp250-Rp500 ribu.“Sekarang kami hanya menghemat keuangan rumah tangga. Beruntung, keuangan rumah tangga saya sekarang masih bisa ditopang penghasilkan dari suami,” pungkasnya.Sementara itu, Bidang Tata Usaha, MTs Darul Arham, Kecamatan Tenjo, Muhlis mengatakan, besaran gaji guru honor di Kecamatan Tenjo dihargai Rp6 ribu sampai Rp10 ribu perjam. Guru yang mengajar setiap hari paling banter hanya mengantongi Rp1 juta perbulan. “Tapi kebanyakan gajinya cuma 200 ribu, jarang yang sampai Rp1 juta,” ujar Muhlis.Muhlis termasuk tenaga honor yang gajinya kecil. Namun dengan alasan tidak etis, ia enggan menyebut berapa jumlahnya. Yang jelas, kata dia, untuk menutupi kebu tuhan keluarga, ia harus “ngompreng” ngajar ke sekolah lain dan nyambi jadi sales sebuah perusahaan asuransi untuk jaminan tenaga kerja. “Kalau mengandalkan gaji guru tidak akan cukup,” katanya.