E-ktp Rusak akan Diganti

JAKARTA–Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) siap mengganti jika ada kartu tanda penduduk elek tronik (e-KTP) yang telanjur rusak karena sering difo tokopi. Layanan tersebut diyakini tidak akan menimbulkan tambahan anggaran yang signifikan.Staf Ahli bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga Kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengatakan, meskipun sudah terdistribusi dalam jumlah banyak, kualitas e-KTP tidak serendah itu.

Sehingga tidak serta merta rusak gara-gara pernah difotokopi. “Kita ini kan melakukan pencegahan, maka kami berikan surat edaran kepada lembaga agar tak lagi menggunakan tradisi fotokopi KTP,” terusnya.Kemendagri masih memegang blanko e-KTP sebanyak 191 juta keping. Angka tersebut melebihi target dari data awal 172 juta kebutuhan dan yang sudah terealisasi melakukan rekam identitas untuk e-KTP ternyata sudah mencapai 175 juta masyarakat.“Data asumsi kami sebelumnya 191 juta. Nah, maka sambil dicari juga, mungkin mereka yang tinggal di gunung, lembah, atau para TKI (tenaga kerja Indonesia di luar negeri),” ujarnya.Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman menambahkan, larangan memfotokopi e-KTP dalam frekuensi tinggi bukan bermakna bahwa chip yang terdapat di dalam kartu identitas terbaru itu berkualitas rendah.“Jadi ini pencegahan saja. Bukan berarti chip kita standarnya rendah. Standarnya sudah diakui secara internasional. Logikanya itu sama dengan perintah memakai helm saat naik sepeda motor. Bukan berarti karena kepalanya gampang rusak, tetapi untuk melindungi dan pencegahan,” ulasnya.Atas dasar itu dia meminta lembaga pelayanan publik, baik pemerintah maupun swasta, tidak lagi menggunakan fotokopi KTP sebagai syarat administratif dan kelengkapan data diri. “Karena begitu difotokopi, kecanggihan yang ada ini tiada guna,” imbuhnya.Pengamat Kebijakan Publik Titi Anggraini mengatakan, semestinya sejak awal sosialisasi risiko dari memfotokopi e-KTP itu dilakukan kepada masyarakat.“Yang pasti itu kebijakan kalau dilihat parsial akhirnya seperti itu. Ketika perencanaan kan sudah dihitung dan dianalisa risiko atas pilihan provider yang diambil, kelebihan dan kekurangan produknya apa saja,” ungkapnya.Selama ini masyarakat hanya mendengar tentang manfaat dan kelebihan dari terobosan yang dilakukan Kemendagri itu tanpa disertai kekurangannya.“Sayang sekali, hal yang visioner seperti ini terkendala oleh sekadar fotokopi. Bukan apa-apa. Soal kegiatan memfotokopi KTP ini kan di negara kita sangat masif,” ucap perempuan yang juga menjabat Direktur Eksekutif Pegiat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).Titi meyakini bahwa risiko e-KTP ketika sering difotokopi itu sudah diketahui oleh Kemendagri sejak awal saat dilakukan pemilihan provider, karena pasti dilakukan studi kelayakan. Maka sangat disayangkan tidak ada sosialisasi atas hal tersebut.“Padahal ini sangat mendasar dan tidak sulit dilakukan,” sesalnya.Memang, sekarang disebar Surat Edaran Mendagri untuk semua lembaga pelayanan publik agar tidak lagi minta fotokopi KTP. Namun tidak bisa dimungkiri terjadi keresahan di kalangan masyarakat.“Sekarang kalau memang ada risiko rusak jika e-KTP sering difotokopi, minimal saat masyarakat menerima e-KTP itu diberikan saja fotokopiannya satu lembar dan minta diperbanyak dari fotokopian itu untuk sementara waktu. Tetapi gampangnya, ya sosialisasi saja sejak awal. Mau menginap di hotel, mau ambil uang di bank dalam jumlah banyak, semuanya kan sekarang masih pakai fotokopian,” paparnya.